Oleh
: Aris Wibowo
Puslitbang Perhutani-Cepu
1. Pendahuluan
Benih merupakan salah
satu faktor penentu bagi keberhasilan pembangunan hutan. Dengan
penerapan silvikultur intensif yang diantaranya penggunaan benih unggul maka produktivitas dan kualitas tegakan akan
dapat ditingkatkan.
Usaha-usaha peningkatan produktivitas
hutan dalam pengelolaan hutan jati sudah lama dilakukan. Pemakaian tegakan benih
untuk memenuhi kebutuhan bibit yang cukup baik dalam waktu singkat merupakan
alternative sementara dari program pemuliaan pohon. Hasil dari tegakan benih
ini perbaikan genetik yang diperoleh tidak akan besar karena intensitas
seleksinya rendah. Keadaan ini disadari sepenuhnya oleh Perum Perhutani,
karenanya pada dekade 80-an dimulailah program pemuliaan pohon dengan seleksi
pohon plus, uji keturunan, clonal seed orchard dan bank clone (Anonim, 1983).
Benih hasil pembiakan generatif akan memiliki variasi genetik
yang tinggi dan produksi benihnya sangat dipengaruhi oleh iklim dan musim. Untuk
itu perlu ada terobosan baru yaitu dengan pembiakan vegetatif. Beberapa
pertimbangan dipilihnya perbanyakan vegetatif untuk pembuatan tanaman hutan
secara operasional karena dengan perbanyakan vegetatif seluruh kinerja genotype
akan dapat diulangi secara konsisten dan berkelanjutan (Na’iem, 1999). Dengan
demikian perbanyakan vegetatif akan menghasilkan tanaman yang lebih unggul,
seragam, dan dalam situasi tertentu dapat mempercepat penyebaran hasil-hasil
program pemuliaan (Zobel & Talbert 1984).
Pembiakan vegetatif yang sudah umum dilakukan pada tanaman
jati adalah bud grafting, cangkokan dan kultur jaringan. Sejak tahun 1997
dengan dibangunnya kebun pangkas dan mulainya dikembangkan teknik perbanyakan
vegetatif dengan stek pucuk Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk dalam skala
operasional diperlukan suatu kebun pangkas.Untuk membangun kebun pangkas
diperlukan bahan tanaman yang unggul dan bahan tanaman yang unggul dapat
berasal dari klon-klon yang terseleksi dari hasil uji klon, uji keturunan dan
hasil hibridisasi.
Pembuatan kebun pangkas di Perum Perhutani dimulai dengan
pembuatan bud grafting pohon plus yang ada di Jawa dan Luar Jawa ( Kendari,
Buton, Kangean, Sulawesi Selatan, Bawean, Pulau Sepanjang, Flores,
Niki-Niki, Antambua ). Hasil dari bud grafting tersebut ditanam mengelompok
sesuai nomor pohon plus. Kebun pangkas ini akan menyediakan tunas-tunas yang
orthotrop dan selalu juvenile untuk dijadikan bahan stek. Untuk mendapatkan
bahan stek yang orthotrop dan juvenile perlu perlakuan dan perawatan dalam kebun
pangkas.
2. Materi Kebun Pangkas
Kebun pangkas merupakan suatu areal
yang digunakan sebagai sumber materi perbanyakan vegetatif seperti stek pucuk,
kultur jaringan dll. Untuk memproduksi bibit secara vegetatif yang seragam,
berakar cepat, tumbuh baik di lapangan (diameter, tinggi, kelurusan dan tahan hama penyakit) diperlukan
tahapan pengujian sampai dapat disimpulkan tentang keunggulannya. Kebun pangkas
jati dibangun berasal dari koleksi pohon plus dari Jawa maupun luar Jawa.
2.1 Materi
genetic awal kebun pangkas
Eksplorasi materi klon dari pohon
plus serta hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Bahan vegetatif yang
terkumpul harus diberi label yang sama dengan label pada pohon induknya. Hal
ini dimaksudkan agar bahan vegetatif dari satu pohon induk tidak tercampur
dengan bahan vegetatif pohon induk lainnya.
2. Pengemasan bahan
vegetatif dalam hal ini cabang dimasukkan dalam box yang dialasi dengan bahan
yang lembab, sehingga penguapan bahan vegetatif dapat ditekan seminimal
mungkin.
Hasil penelitian tahun
1998 bahwa lama penyimpanan scion maupun root stock berpengaruh terhadap
keberhasilan pekerjaan pembuatan bud grafting. Pengambilan scion disimpan 0-5
hari memberikan hasil terbaik dengan prosentase keberhasilan lebih 94,3 %,
penyimpanan 6-15 hari prosen keberhasilan 77,1 %, penyimpanan 15-25 hari prosen
keberhasilannya 34,3 %, sedangkan penyimpanan lebih dari 30 hari prosentase
keberhasilannya sangat rendah. Pada penyimpanan root stock semakin lama
disimpan juga menunjukkan penurunan prosentase keberhasilan bud grafting. Baik
penyimpanan bahan untuk bud (cabang) dan root stock, semakin lama disimpan akan
semakin sulit untuk melepas (mencongkel) mata tunasnya, hal ini karena kadar
air semakin rendah dan kulit kayu mulai mengkisut.
Tahun 1996 dilakukan
pengambilan bud pohon plus dari Jawa untuk pembuatan kebun pangkas jati tahap
pertama. Pembangunan kebun pangkas jati tahap pertama dilakukan pada bulan
Maret 1997 dengan materi bud grafting pohon plus Jawa berjumlah 121 klon
(No.001 s.d 122, kecuali No. 006 tidak ada karena dihapus).
Seiring dengan kegiatan
eksplorasi pohon plus di Luar Jawa untuk kegiatan uji keturunan tahun 1997,
maka pengumpulan bud dari pohon yang terseleksi sekaligus dilakukan (Anonim,
1997a). Hasil eksplorasi benih dan bud untuk kebun pangkas dari luar Jawa pada
tahun 1997 pada Tabel 1.
Tabel 1. Eksplorasi
asal pohon plus luar Jawa 1997
Asal Sumber Benih &Bud
|
No. Pohon Induk
|
Jumlah Pohon
|
1.
Sampolawa (Buton).
2.
Gunung Sejuk (Buton)
3.
Batunga (Buton)
4.
Tampo(Muna)
5.
Bonea (Muna)
6.
Kendari
7.
Kangean.
|
451 s.d 475
476 s.d 484
485 s.d 492
501 s.d 511
512 s.d 525
401 s.d 442
551 s.d 600
|
25
18
8
11
13
42
50
|
Jumlah
|
167
pohon plus
|
Persiapan persemaian
kebun pangkas tahap kedua di kelompokkan di Tuk Buntung KPH Cepu, penanamannya dilakukan
bulan Januari 1998. Dari 167 klon asal luar Jawa yang berhasil di grafting
hanya 144, lainnya tidak tumbuh yang disebabkan antara lain tidak kompatibel
antara bud dengan root stock, lama penyimpanan bud (diambil dari Luar Jawa
perjalanannya perlu waktu). Pada saat yang bersamaan juga dibuat bud grafting
asal dari pohon plus Jawa No. 123 s.d 160, persemaiannya di pusatkan di KBK
Padangan.
Untuk memperluas basic genetic dan untuk kepentingan
konservasi ek-situ maka pada tahun 1998 dilakukan eksplorasi pohon plus jati lagi
ke luar Jawa, hasil eksplorasi seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Eksplorasi
asal pohon plus luar Jawa 1998
Asal
Sumber Benih
|
No.
Pohon Plus
|
Jumlah
Pohon
|
Bawean
Sepanjang
Sumbawa
Atambua
Niki-Niki
Buru
Muna
|
601-450
651-660
701-714
751-770
771-785
802-828
851-901
|
12
10
14
20
15
24
51
|
Persiapan pembuatan bud
grafting untuk kebun pangkas tahap ketiga tahun 1998 dipusatkan di Pusbanghut
Cepu, dengan materi pohon plus dari luar Jawa dan Jawa, serta penanamannya
bulan Januari 1999.
2.2 . Kebun
pangkas terseleksi
Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk
dalam skala operasional diperlukan kebun pangkas yang telah terseleksi. Kebun
pangkas terseleksi dibangun menggunakan 12 klon terseleksi hasil uji kemampuan
bertunas, kemampuan berakar dan uji klon di lapangan (Wibowo, 2002b). Materi
genetik untuk pembangunan kebun pangkas terseleksi berdasarkan:
1. Hasil evaluasi uji klon
(pertumbuhan tinggi, diameter dan sifat kelurusan batang) di lapangan.
Dari hasil evaluasi uji
klon tahun 1999 yang diuji 65 klon telah diperoleh 12 klon terbaik untuk
pertumbuhan tinggi, diameter dan kelurusan batang (Wibowo, 2002b). Kelurusan
batang menjadi salah satu target seleksi dalam pembiakan vegetatif, hal ini
disebabkan bahwa hasil pembiakan vegetatif ada kecenderungan pertumbuhan batang
menyerupai cabang dan melengkung (plagiotrop).
Efek munculnya sifat plagiotropis pada pembiakan vegetatif jati cenderung
disebabkan faktor genetik dengan taksiran heritabilitas 0.61 (Wibowo, 2002a).
2. Kemampuan bertunas (sprouting ability) dan uji kemampuan perakaran (rooting ability) stek
Dalam perbanyakan
vegetatif kemampuan kecepatan stek bertunas dan berakar menjadi pertimbangan
dalam pembangunan perhutanan klon. Apabila sudah menuju perhutanan klon dapat
dipastikan adanya produksi massal klon terseleksi. Banyak klon yang tumbuh baik
di lapangan tetapi kemampuan bertunas dan berakar lambat, demikian sebaliknya.
Sebagai contoh klon 075 kemampuan sprouting baik dan rooting 95 % (Wibowo,
1999), tetapi pertumbuhan di lapangan kurang baik. Untuk mendapatkan jumlah tunas
dan kemampuan berakar setiap klon menginginkan perlakuan yang berbeda-beda.
3.
Identifikasi klon
Identifikasi klon sangat
diperlukan untuk mengetahui kebenaran klon-klon dalam rangka menunjang program
pemuliaan pohon. Uji identifikasi klon yang dilakukan di Pusbang SDH Cepu dengan
metode RAPD (Anton Sudiartha, 2003).
2.3
Kebun Pangkas materi asal dari benih
Dalam paper ini tentang
kebun pangkas asal semai dari benih tidak diulas panjang lebar, akan dijelaskan
pada paper yang lain. Perbanyakan secara vegetatif melalui stek pucuk dari semai
(benih) yang masih juvenile telah dilakukan dalam skala operasional. Pemotongan
stek pertama dilakukan semai berumur
sekitar 40 hari. Satu semai dapat
menghasilkan 12-14 selama 7 pada bulan potongan (Jayanto, 2003). Kemampuan
berakar stek asal dari semai sampai 90 %. Dalam skala operasional 1 kg benih
CSO dan SPA dapat memproduksi stek
5000-6000 tanaman (Sirikul,- dalam Kjaer, at
all, 2000). Jarak tanam 10-15 cm, dalam luasan yang sempit mampu
memproduksi stek dalam jumlah yang banyak.
Benih yang dipergukan
untuk pembuatan cutting berasal dari CSO dengan 50 famili terbaik berdasarkan
uji keturunan. Dalam skala operasional benih dari 50 famili di campur (bulk) dan dipergunakan untuk
produksi cutting.
3. Persiapan Pembuatan Kebun
Pangkas
Persiapan lahan untuk pembuatan
kebun pangkas meliputi kegiatan antara lain meliputi :
3.1 Areal dan
persiapan lokasi Kebun Pangkas.
Areal untuk pembuatan
kebun pangkas dipilih areal yang mempunyai aerasi tanah baik, datar, dekat
persemaian, tidak mudah tergenang air namun dimusim kemarau air cukup, tanah
subur, mendapat cahaya matahari cukup, asesibilitas mudah.
3.2 Persiapan
lokasi.
Luas kebun pangkas
tergantung dari areal yang akan ditanami. Pada awalnya kebun pangkas mempunyai jarak
tanam antar klon 2 m dan antar ramet 1 m. Setiap 1 klon dapat diwakili diambil
25 ramet atau lebih, ditanam mengelompok per rametnya dan terpisah dengan klon
lain. Ukuran lubang 40x40x40 cm, diberi pupuk kandang yang dimaksudkan sebagai
bahan nutrisi yang bersifat “slow release” dan memberikan pengaruh pada
porositas tanah. Dengan klon terseleksi jarak tanam menjadi 1 m atau klon dan
0,75 m antar ramet.
4. Metode Mendapatkan Tunas Orthotrop
Pada kebun pangkas jati,
kendala yang dihadapi adalah bagaimana untuk menghasilkan tunas yang orthotrop
sebanyak-banyaknya. Pada jenis Dipterocarpaceae tunas orthotrop bisa dihasilkan
melalu reitasi proleptis dan reiterasi syilleptis (Smits & Leppe, 1988 ).
Demikian juga pada tanaman jati tunas orthotrop juga dapat diperoleh dengan
cara ini.
Pada umumnya jenis jati bila dilakukan pemotongan/pemangkasan
pada tunas apical/ujung maka tunas yang muncul adalah tunas-tunas orthotrop
dibagian ujung (di bawah pangkasan ), sedangkan tunas-tunas yang dibawahnya
lagi akan lebih mengarah plagiotrop. Tunas-tunas yang mengarah plagiotrop
tersebut bila diambil untuk bahan stek, maka pertumbuhan tetap
plagiotrop/tumbuh seperti cabang.
4.1 Teknik
Mendapatkan Bahan Stek dalam Jumlah Banyak, Seragam dan Ortotrop pada Kebun
Pangkas jati
Pembuatan kebun pangkas
jati yang berasal dari bud grafting, ditanam mengelompok perklonnya. Setelah
mapan untuk mendapatkan tunas dalam jumlah yang banyak, seragam dan juvenile
dilakukan pemangkasan. Pemangkasan yang berulang-ulang bertujuan untuk
mendapatkan tunas yang tetap muda (juvenile) dan dalam jumlah yang banyak.
Setelah pemangkasan ini tumbuh tunas-tunas yang bersifat juvenile dan mudah
berakar bila di stek (Wibowo, 1998). Pemangkasan titik tumbuh apical untuk
memacu tumbuhnya tunas-tunas aksilar (Wearings,
1989).
Dengan dipangkasnya pucuk apical akibatnya hormon auksin
yang terkonsentrasi pada bagian apical, bergerak kebawah menuju ke tunas-tunas
lateral/axilar. Dengan adanya daun menyebabkan pertumbuhan tunas lateral
terhambat, kemungkinan disebabkan cadangan makanan untuk tunas axilar dibawah
daun sehingga menyebabkan tunas axilar/lateral menjadi dorman. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lank dkk.(1982) dalam Salisbury
dan Ross (1995), bahwa dormansi tunas salah satu penyebabnya adalah adanya
pengendalian oleh bagian tumbuhan lain selain bagian yang dorman, yaitu
daun-daun di dekatnya. Tahapan untuk mendapatkan pamangkasan di kebun pangkas
sebagai berikut:
4.1.1.Pemangkasan pertama
Pemotongan batang utama
pada tahap awal kebun pangkas jati
setinggi 25 cm dari leher akar dan tunas-tunas axilar akan tumbuh pada
batang pohon (Wibowo,1999). Bagian ujung
sumbu utama pohon akan tumbuh tunas orthotrop, dan pada bagian bawahnya tumbuh
tunas-tunas yang lebih mengarah plagiotrop, seperti Gb. 1.
4.1.2. Pemangkasan
kedua.
Setelah pemangkasan tahap
pertama akan tumbuh tunas-tunas, setelah mencapai tinggi ±1 m di potong pucuk
apikalnya dan dibersihkan daunnya, kemudian
baru dilakukan perundukkan. Arah perundukkan horizontal dengan tanah, arah
rundukkan sebaiknya kesamping atau berlawanan arah munculnya tunas, supaya
sumbu pokok batang tidak pecah. Tunas-tunas axilar akan tumbuh disepanjang
cabang yang dirundukan dan arahnya orthotrop. Rerata stek yang dihasilkan berjumlah
16,5 stek/ramet yang dihasilkan dari pemangkasan periode kedua ini dan tunas
yang tumbuh ini orthotropis (Wibowo1998; Wibowo, 1999).
4.1.3.
Pemangkasan ketiga.
Dari pangkasan kedua akan
muncul tunas-tunas yang dapat digunakan sebagai bahan stek, tunas-tunas yang
kurang baik (tidak dipanen) dibiarkan tumbuh mencapai 5-7 internodia, setelah
itu dilakukan pemotongan pucuk dan pembersihan daun dan akan didapatkan
tunas-tunas yang orthotrop berjumlah 25-30 tunas pucuk/ramet. Bila
tunas-tunas tidak segara dilakukan pemangkasan akan tumbuh besar dan tidak
juvenile lagi. (Gambar
3)
Dengan
ditemukan klon terseleksi dari hasil uji kemampuan bertunas (sprouting),
kemampuan berakar dan uji klon, ada beberapa klon yang tidak lagi dilakukan
perundukan untuk mendapatkan tunas yang tumbuh orthotrop dan tidak menunjukkan
gejala efek plagiotropis setelah ditanam di lapangan.(seperti Gb 4. Tanaman
klon terseleksi umur 10 bulan. Produktivitas stek dari klon terseleksi 20-25
stek/ramet).
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan di kebun
pangkas yang rutin dilakukan seperti pemupukan, pendangiran, pemulsaan,
penyiraman, dan perbaikan parit dll.
Kebun pangkas yang berfungsi sebagai penghasil bahan stek
dan diproduksi tiap periode tertentu, akan terjadi penyerapan unsur hara dalam
tanah terus menerus, apabila tidak dibarengi dengan masukan hara akan terjadi
penurunan produksi, lama memunculkan tunas baru dan cepat terjadi penuaan bahan
stek.
Menurut Fauzi (2000) dosis pupuk NPK 100 gr memberikan hasil
yang optimal terhadap tumbuhnya tunas yaitu 31,4 tunas/ramet pada klon Jawa dan
24,1 tunas/ramet pada klon luar Jawa. Setelah di pupuk produksi stek meningkat
sampai periode pemanenan ke III dan menurun pada periode pemanenan ke IV,
sehingga setelah periode pemanenan ke III dapat dilakukan pemupukan ulang
dengan dosis yang sama.
Pemberian pupuk NPK di kebun pangkas mampu meningkatkan
prosentase berakar stek sampai 40-50%. Pemberian pupuk NPK 50 gr stek
berakar 31,8%, 100 gr stek berakar 30,5%, 150 gr stek berakar 28% tanpa pupuk
14,5% (Fauzi, 2000). Peningkatan kemampuaan berakar akibat pemberian pupuk,
tunas yang tumbuh akan juvenile, sedangkan kontrol (tanpa dipupuk) tunas yang
tumbuh lebih cepat mengkayu apalagi tidak diimbangi dengan penyiraman di musim
panas. Namun demikian perlu hati-hati dalam pemberian pupuk kimia, pemberian
pupuk urea >300gr/ pohon mampu menumbuhkan tunas sangat cepat dan juvenile,
tetapi stek yang diperoleh akan lebih cepat busuk di bak perakaran
(Wibowo,1998), hal ini disebabkan tidak seimbangnya ratio C/N (Anonim, 1997b).
Untuk memperbaiki aerasi dan drainase tanah diperlukan
pendangiran, selain itu untuk menghilangkan rumput disekitar tanaman. Dengan
adanya intensitas orang masuk ke kebun pangkas secara rutin akibatnya terjadi
pemadatan tanah, oleh karena itu perlu dilakukan pendangiran. Pemadatan tanah pada hutan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman jati (Fakultas Kehutanan UGM, 2002).
6. Hama dan Penyakit
Hama yang biasa menyerang
pada kebun pangkas adalah ulat pemakan daun (Heblaea puera sp). Ada
indikasi bahwa ada beberapa klon jati (jati sungu diserang 2 tahun sekali) yang
tidak terserang ulat Heblaea puera
sp, sebagai wacana kemungkinan sangat terpengaruh oleh faktor genetik. Kerugian
akibat serangan ulat pada kebun pangkas jati terjadi pengurangan laju
fotosintesis sebesar 11,73 % setiap klon (Astari, 2003). Pemberantasannya disemprot
dengan pestisida misalnya Diazenon, Dorsban, dsb. Serangan ulat ini terjadi
paling banyak pada bulan November sampai Januari. Sedangkan penyakit yang
pernah menyerang pada kebun pangkas jati adalah jamur. Jamur ini menyerang pada
akar tanaman dan akar tanaman menjadi busuk. Penanggulangannya adalah dengan memberikan
Benlate dicampur dengan air dengan dosis 5 gr Banlate/liter untuk 4 pohon dan
disiramkan pada pangkal batang.
7. Stek Pucuk
Kebun pangkas jati
dibangun untuk memproduksi stek sebagai materi pembuatan bibit. Pengambilan bahan stek dipilih stek yang
sehat, dengan rata-rata jumlah internodia 2-3 atau 2-3 pasang daun, tinggi
rerata stek yang diambil sekitar 5-7 cm. Warna daun hijau cerah, antar pasangan
daun memiliki ukuran daun sama atau agak sama (Wibowo, 1999). Stek yang diambil
masih juvenile dengan ciri batang bulat atau agak bulat,masih lunak dan
biasanya batang berbulu lebat (Wibowo, 1999). Umur pengambilan bahan stek
terbaik pada umur 3-4 minggu (Rifa’i, 2000), dengan klon terseleksi stek dapat
dipanen pada umur 2 minggu, lama perendaman 5-10 menit (Faridah, 1999).
Penelitian tentang hormone IBA
20 ppm pada stek pucuk jati dengan media tumbuh tanah Regosol (Wibowo, 1999 dan
Wibowo, dkk.1999; Faridah, 1999, Rifa’i, 2000, Wibowo, 2003a). Saat ini media
tumbuh stek pucuk di Pusbang SDH
Cepu dengan menggunakan topsoil tanah Gromusol:pasir:kompos (3:2:1). Pengaruh umur pohon induk terhadap kemampuan
berakar stek signifikan tapi tidak terlalu tinggi, pengaruh yang paling nyata adalah klon dan
provenan (Wibowo, 2003b). Pengaruh perakaran stek lebih disebabkan oleh factor
genetic (Wibowo, 1999). Penelitian kemampuan berakar stek pucuk jati telah
banyak dilaporkan (Wibowo, 1998; Wibowo, 1999; Monteuuis, 1999; Kjaer, at all, 1999; Haque, 2000; Nicodemus,
2000).
8. Aplikasi untuk Perhutanan
Klon Jati di KPH-KPH
Luas areal kebun pangkas tergantung
dari rencana produksi bibit. Apabila dalam 1 KPH lahan yang akan di reboisasi
dengan stek pucuk JPP rata-rata 100 ha dengan jarak tanam 3x3 m, maka di
butuhkan bibit ± 100.000 plc (termasuk
sulaman 20 %). Untuk produksi bibit 100.000 plc di setiap KPH di perlukan kebun
pangkas, bak perakaran, aklimatisasi, open area sebagai berikut :
1) Bila kebun pangkas sudah
dapat produksi stek pucuk optimal, maka dapat dipanen rata-rata 15 pucuk/ramet,
pemanenan berikutnya 3-4 minggu berikutnya tergantung kesiapan bahan pucuk.
Bila prosentase keberhasilan rata-rata 75 % sehingga satu (1) ramet dapat
menghasilkan : 15 pucuk x 9 kali panen/th x 75 % = 100 plc/ramet/th.
2) Ramet yang dibutuhkan
untuk produksi bibit
=100.000 plc/th :100 plc/ramet/th = 1.000 ramet (induk)
3) Lahan yang diperlukan
untuk kebun pangkas dengan jarak tanam 1x0,75
m adalah:
(1 x 0,75m)
x 1000 ramet = 750 m2., ditambah
jalan pemeriksaan 250 m2, sehingga luas total kebun pangkas 1000m 2.
4) Bedeng perakaran
Ukuran bedeng perakaran panjang 5 m x
lebar 1 m dan tinggi 35 cm dan disungkup plastik, setiap bedeng pengakaran di isi ± 500 polibag. Bila setiap
panen dikebun pangkas : 1000 ramet x 15
pucuk = 15000 pucuk/sekali panen
-
Bedeng perakaran yang diperlukan : 15000 pucuk = 30 bak perakaran
500 pucuk / bak
-
Karena
waktu berakar berbeda-beda maka untuk panen berikutnya diasumsikan telah tumbuh
50 % sehingga diperlukan bedeng lagi 15 buah, sehingga kebutuhan bedeng pengakaran sebanyak = 45 buah
-
Penempatan
bedeng perakaran diletakan di tempat yang teduh yang diberi shading net
sehingga intensitas cahaya masuk ± 25 %.
5) Aklimatisasi
Bibit yang
telah berakar kemudian dikeluarkan dari bedeng pengakaran , dan ditempatkan
ditempat yang telah dinaungi dengan intensitas cahaya 25 %. Bibit-bibit ini sekitar ± 1 bulan di tempat yang
teduh, secara bertahap ditambah intensitas cahaya yang masuk kemudian di
keluarkan ke open area. Luas area aklimatisasi sama dengan bak perakaran = 45
bedeng dengan ukuran 1 x 5 m.
6) Luas Open Area
Luas open
area (setiap bedeng berisi 500 plc) maka
diperlukan bedeng open area sebanyak 100.000 plc / 500 = 200
bedeng. Ukuran bedeng 1 x 5 m dengan jalan pemeriksaan 0,5m dan 0,6m,
maka satu bedeng seluas 8,4 m2, sehingga luas total open area :
8,4
m2 x 200 bedeng = 1.680 m2
9. Penutup
Perbanyakan vegetatif merupakan
suatu metoda perbanyakan dengan mengambil sebagian tanaman (daun, pucuk,
cabang, jaringan) yang ditumbuhkan pada media tertentu sehingga menjadi
individu baru. Ada
beberapa keuntungan perbanyakan vegetatif khususnya stek pucuk jati yaitu:
-
diperoleh bibit dan
tanaman yang seragam di lapangan. Hasil klon terseleksi setelah di tanam di lapangan
tumbuh seragam dengan rerata diameter 5,6 cm dan tinggi 6 m di KPH Pemalang dan
KPH Ngawi, serta tumbuh seragam, seperti Gb. 5. (Wibowo, 2003c).
-
kinerja genotif yang baik
akan diulangi secara konsisten dan berkelanjutan (Na’iem, 1999). Hasil analisis dengan RAPD antara perhutanan klon dengan induk
(pohon plus) dan kebun pangkas sama 100 % (Anton Sudiartha, 2003).
-
Stek pucuk jati mudah
dilakukan tanpa memerlukan teknologi dan keahlian yang khusus, bahkan cenderung konvensional.
-
bibit dapat diperoleh
setiap saat,
-
beaya produksi murah, sekali membuat kebun
pangkas (jati) dapat dipanen lebih dari 10 tahun, sebagai wacana kebun pangkas
jati di Cepu sudah berumur lebih dari 7 tahun masih tetap produksi.
Di dalam prakteknya masih dijumpai kesalahpahaman tentang
pengertian perbanyakan vegetatif (stek pucuk, kultur jaringan dll) dalam
kaitannya peningkatan produktivitas. Perbanyakan vegetatif bukan merupakan
metoda pemuliaan pohon, tetapi hanya sebagai alat untuk memperbanyak
hasil-hasil program pemuliaan. Teknik ini hanya akan menguntungkan setelah
materi yang akan diperbanyak di uji dahulu keunggulannya melalui uji klon.
Sebaliknya bila menggunakan materi
tanaman yang di perbanyak asal-asalan (tanpa di uji klon) hasil yang diperoleh
akan sia-sia saja dan kemampuan adaptasi klon terhadap lingkungan tidak
diketahui.
Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk merupakan salah satu
alternative memperbanyak bibit yang seragam, murah dan mudah pengerjakannya
(konvensional).
10 Daftar Pustaka
Anonim,
1997a. Penelitian Uji Keturunan dan Uji Klon. Laporan Penelitian
Kerjasama Perhutani dengan Fakultas Kehutanan UGM.
Anonim,
1997b. Pedoman pembuatan stek pucuk tanaman Khaya antoteca dan Swietenia
mahagoni. Direksi Perum
Perhutani Jakarta.
Anton
Sudiartha, 2003. Verifikasi Pohon Plus Jati dan Ramet Vegetatif di Kebun Pangkas Jati
Cepu. (Ed.: Sadhardjo & Aris Wibowo). Resume Hasil-Hasil Penelitian
Perum Perhutani 1998-2003. Pusbang SDH
Cepu.
Astari,
Melani. 2003. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Tingkat Umur Daun Masak Fisiologi
Terhadap Laju Fotosintesis 36 Klon Jati (Tectona grandis L.f). Skripsi
SI, Fahutan UGM. Yogyakarta.
Fakultas
Kehutanan UGM, 2002. Studi Managemen Tapak dan Produktifitas
Tanaman Jati. Kerjasama
Penelitian Pusbang SDH Cepu dengan Fahutan UGM. Yogyakarta.
Faridah,
Eny. 1999. Pengaruh Media Tumbuh, Lama Perendaman Hormon dan Kedudukan Stek pada
Tanaman Induk terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jati. Prosiding Seminar
Nasional Status Silvikultur. Wanagama
1-2 Desember 1999.
Fauzi,
Moh. Anis. 2000. Pengaruh Pemupukan NPK
terhadap Produktivitas Tunas Beberapa Klon jati di Kebun Pangkas Pusbanghut
Cepu. Skripsi SI Instiper, Yogyakarta.
Haque,
Muh. Ashraful.(2000) Genetic Improvement of Teak in Bangladesh.
Proceedings of third ragional seminar on Teak. Juli 2000. Yogyakarta.
Jayanto,
Padang 2003. Sreening Test. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
Kaosa-ard,
2000. Gains from Provenance Selection. Prosidding Site, Tecnology and
Productivity of Teak Plantations. Bangkok,
2000.
Kjaer,at all. 2000.Domestication of Teak Through
Tree Improvement. Prosidding Site, Tecnologyand Productivity of Teak
Plantations. Bangkok,
2000.
Montesquis,O.
1999. Propagating teak by cutting and microcutting. Prosidding Site,
Tecnology and Productivity of Teak Plantations. Bangkok, 2000.
Nicodemus,
at all. 2000. Genetic Improvement of Teak in India. Proceedings of third
ragional seminar on Teak. Juli 2000. Yogyakarta.
Na’iem,
Moch. 1999. Prospek Perhutanan Klon Jati di Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Status Silvikultur.
Wanagama 1-2 Desember 1999.
Rifai,
Leny S., 2000. Pengaruh Konsentrasi Hormon IBA
dan Umur Terhadap Perakaran Stek Pucuk jati. Skripsi SI Fahutan UGM.
Wibowo,Aris
1998.
Pengaruh pemangkasan pucuk dan daun jati tehadap kemampuan tumbuhnya tunas di
Kebun pangkas jati Cepu. Laporan praktikun Fisiologis Pohon S2.
Pascasarjana UGM.
-------------,
1999. Studi variasi Genetik tentang Kemapuan Perakaran Stek Pucuk Jati di
Kebun Pangkas Cepu. Tesis Pasca Sarjana UGM.
-------------,
Moch Na’iem, Oemi H Soeseno, 1999, Pengaruh berbagai hormon dan Klon terhadap kemampuan berakar stek pucuk
jati. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur. Wanagama 1-2 Desember 1999.
-------------,
2002a. Uji Klon. Buletin Pusbanghut Cepu.
-------------,
2002b. Optimalisasi Produk Bahan Stek Pucuk Jati. Laporan Penelitian
Pusbang SDH Cepu.
------------,
2003a. Pengaruh Konsentrasi Hormon Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran Stek
Pucuk Jati. Buletin Pusbanghut Cepu.
-------------,
2003b. Karakteristik Klon, Umur Pohon Plus dan Provenan Terhadap Rooting
Abillity Stek Pucuk Jati dari Kebun Pangkas. Laporan Penelitian Pusbang
SDH Cepu.
-------------,
2003c. Silvikultur Intensif JPP. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
Salisbury,F.B dan C.W. Ross 1995. Fisiologi
Tumbuhan 2. (Terj. Lukman dan Sumaryono). ITB. Bandung
Smits
and Leppe, 1987. Kebun Pangkas Dipterocarpaceae.
Wearings,
P.F., 1989. Fisiologi Tanaman 2. Wilkins, M.B (Ed.). Bina Aksara. Jakarta.
Zobel
& Talbert, 1984. Applied Forest
Tree Improvement. John Wiley and Sons. New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar