Selasa, 04 Februari 2014

PEMULIAAN JATI PLUS PERHUTANI TANPA GMO


Oleh : Aris Wibwo

I.        Pendahuluan
Pemuliaan pohon merupakan penerapan ilmu genetik dalam suatu sistem biologi yang hasilnya baru dalam praktek kehutanan/tindakan silvikultur untuk meningkatkan nilai hutan yang lebih tinggi. Harapan yang akan didapatkan para pemulia tanaman untuk dapat selalu menghasilkan varietas tanaman baru yang bermanfaat bernilai ekonomi tinggi dsb.
Penerapan ilmu genetika pada pemuliaan konvensional yaitu pekerjaan mendapatkan individu baru melalui breeding atau perkawinan antar individu yang diinginkan. Individu-individu unggul ini merupakan hasil pemuliaan tanaman secara konvensional. Artinya, sifat-sifat unggul ditemukan dengan cara persilangan sampai beberapa generasi tanaman.
Sementara itu, tegakan suatu tanaman merupakan kumpulan pohon-pohon yang mempunyai variasi pertumbuhan berbeda-beda, sehingga mempunyai karakter berbeda-beda pula. Untuk mendapatkan karakter sesuai yang dinginkan perlu dilakukan seleksi, kemudian diuji kestabilan karakter tersebut. Menurut Na’iem (2001), keragaman genetik menempati posisi kunci dalam program pemuliaan, karena optimalisai atau maksimalisai perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai manakala ada cukup peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat/karakter yang diinginkan.
            Mengingat pentingnya pemuliaan jati maka Perum Perhutani pada tahun 1981 mulai menerapkan program yang disebut Action Program Pemuliaan Pohon Jati (Anonim, 1981). Dasar pemuliaan jati di Perum Perhutani adalah pemuliaan konvensional dengan melakukan seleksi pohon dan breeding .
 
II.      Program Pemuliaan Jati Perum Perhutani
Program pemuliaan pohon hutan di Indonesia pertama kali dibuat tahun 1930 dan jenis yang pertama kali ditangani adalah jati (Wind, 1930; Thorenaar, 1930; Gresser 1930 dalam Sastrosumarto dan Hendi Suhendi, 1985). Melihat pentingnya pemuliaan pohon dalam rangka memperbaiki generasi tanaman dan menentukan keberhasilan pembangunan hutan, maka Perum Perhutani kemudian menyusun program pemuliaan pohon. Baru pada tahun 1981 Perum Perhutani menyusun program pemuliaan pohon jati. Program Pemuliaan pohon jati di Perhutani tahun 1981 dengan adanya usaha-usaha untuk menetapkan daerah penghasil benih, mencari pohon plus dan membangun bank klon serta kebun benih klonal (Wirjodarmodjo dan Subroto, 1983). Adapun metode pemuliaan yang ditempuh oleh Perum Perhutani selanjutnya adalah penunjukkan Areal Produksi Benih (APB), pemilihan pohon plus, uji provenans, uji keturunan, uji klon, pembangunan kebun benih klon, kebun benih semai dan bank klon.

1.  Areal Produksi Benih (APB)
Dalam rangka memenuhi benih berkualitas sebelum program pemuliaan menghasilkan benih unggul, Perum Perhutani melakukan penunjukan sumber benih yaitu APB. Di dalam Action Program Pemuliaan Jati Perum Perhutani tahun 1983, di tunjuk 8 KPH, yaitu 5 KPH di Unit I Jawa Tengah, dan 3 KPH di Unit II Jawa Timur sebagai APB.
APB adalah kumpulan tegakan pada hutan tanaman/alam yang dipelihara, dijarangi pohon-pohon yang tidak diinginkan, dan diberi jalur isolasi. APB ini merupakan sumber biji bersifat sementara, yang hanya diperlukan sebelum kebun benih klon dan kebun benih semai dapat mencukupi biji yang diperlukan. Sampai tahun 1996 jumlah APB jati di wilayah Perhutani mencapai luas 4.360 ha.
 
2. Seleksi Pohon Plus
Seleksi pohon plus adalah pemilihan pohon sesuai karakter yang ingginkan pada hutan tanaman atau hutan alam untuk tujuan pemuliaan lebih lanjut.
Pemilihan pohon plus jati dilaksanakan dengan sistem “North Carolina State University” yaitu calon pohon plus di nilai (scoring) terhadap lima (5) pohon pembanding terbaik sekitarnya, dengan syarat umur pohon plus tidak boleh lebih tua (3 tahun) dari umur rata-rata pohon pembanding (Anonim, 1983).
Penyeleksian pohon plus yang dimulai dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2000 hanya diperoleh pohon plus jati asal Jawa 242 pohon dari luas hutan jati Jawa dengan luas sekitar 1 juta ha. Pada tahun 1998-2000 untuk memperluas genetik dasar (base genetik) dilakukan seleksi pohon jati dari luar Jawa (Kendari, Buton, Kangean, Sulawesi Selatan, Bawean, Pulau Sepanjang, Flores, Niki-Niki dan Antambua) diperoleh sebanyak 313 pohon plus (Fahutan UGM, 1999;2000).

3. Kebun Benih Klonal (KBK)
Kebun benih klonal adalah kumpulan tanaman dari hasil vegetatif pohon-pohon yang terseleksi (pohon plus) dengan penempatan penanamannya dengan design tertentu sehingga tidak akan terjadi penyerbukan sendiri (serumah) antar satu klon yang sama.
Benih KBK yang dihasilkan merupakan hasil penyerbukan bebas (breeding) antar tegakan yang ada di KBK, sehingga benih yang dihasilkan tidak ada sentuhan penyisipan genetik (transgenetik).
Pembangunan KBK jati tahun 1983,semula dibangun di 2 lokasi yaitu di KPH Cepu dan KPH Padangan, kemudian diperluas ke KPH Randublatung. Luas KBK jati di 3 lokasi ± 1300 ha, terdiri 480,7 ha KBK Cepu, 640 Ha KBK Padangan dan 174,4 Ha KBK Randublatung. KBK dibangun dengan menanam secara acak sistematik, materi berasal dari bud grafting pohon plus jati dengan jarak tanam 10 x 10 m.
4. Bank Klon
Bank klon berfungsi untuk menyimpan sifat-sifat genetis pohon plus, satu pohon plus dibuat sedikitnya 10 bud grafting dengan jarak tanam 6 x 6 m. Sampai tahun 2000 ini telah dibangun bank klon  seluas 71.7 ha.

5. Uji Keturunan
Pembangunan uji keturunan dimulai tahun 1987 dilakukan di Kendal, Cepu dan Saradan dengan menggunakan benih dari 108 pohon plus. Pada tahun 1988 Fakultas Kehutanan UGM bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah membangun kombinasi uji provenan dengan uji keturunan half-sib di Jember dan Wanagama I, yang benihnya diambil dari 24 provenans dan dari 189 famili.
Tahun 1997 Perum Perhutani bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM membangun uji keturunan jati di Pasar Sore dan Sekaran KPH Cepu, benih diambil dari 90 pohon plus (Sutrisno, 1998). Pembangunan uji keturunan ini dilanjutkan tahun 1998 dan 1999 di 4  KPH yaitu  KPH Cepu, KPH Bojonegoro, KPH Ngawi di Walikukun serta KPH Ciamis (Widiarto, 2000). Pada tahun 2000, 2001 masih dilakukan uji keturunan half sib sampai seluruh pohon plus teruji.
Uji keturunan full sib dilakukan tahun 2002, benih yang digunakan berasal dari hasil penyerbukan terkendali di  3 KBK. Lokasi uji keturunan full sib  di KPH Bojonegoro, KPH Ngawi, KPH Kendal, KPH Madiun, KPH Ciamis masing-masing seluas 3 ha.
Setelah uji keturunan half-sib dan ful-sib dilakukan penjarangan seleksi maka akan dikonversi menjadi kebun benih. Tegakan–tegakan pada kebun benih tersebut akan melakukan penyerbukan bebas (breeding) sehingga akan diperoleh benih. Benih-benih tersebut kemudian akan digunakan dalam reboisasi tanaman di Perhutani.  Benih hasil dari kebun benih hasil konversi uji keturunan merupakan murni hasil pemuliaan konvensional tanpa sentuhan penyisipan genetik (transgenik) dalam laboratorium.

6. Kebun Pangkas dan Uji Klon
Pembangunan kebun pangkas dilakukan tahun 1997, 1998 dan 1999 Perum Perhutani bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM. Kebun pangkas diperuntukan untuk menyiapkan bahan stek untuk uji klon. Kebun pangkas berasal dari bud grafting dari pohon plus dari Jawa dan Luar Jawa.  Pada tahun 2002 telah dibangun kebun pangkas terseleksi hasil dari seleksi uji klon berjumlah 12 klon terbaik (Wibowo, 2002).
Pembangunan uji klon telah dilakukan pada tahun 1999 dan 2000 yang merupakan kerjasama Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan UGM, dibangun di 4 (empat) lokasi yaitu KPH Cepu, KPH Bojonegoro, KPH Ngawi dan KPH Ciamis. Materi bibit diambil hasil uji kemampuan perakaran stek pucuk jati dari kebun pangkas.
Perbanyakan JPP yang dilakukan juga dengan metoda konvensional dengan pembiakan generatif (biji) dan perbanyakan vegetatif (stek pucuk, grafthing dan kulturjaringan). 

III.    Pengertian GMO (Genetically Modified Organism)
            GMO adalah perolehan/perbanyakan individu baru yang melalui penyisipan gen (transgenik). Gen yang disispkan dapat berasal dari gen asing atau gen dalam species tersebut (Wipedia GMO).
            Program transgenik banyak dilakukan pada bidang pertanian seperti kapas unggul, kedelai unggul dari Amerika Serikat. Dari hasil transgenik tanaman pertanian tersebut, dilaporkan belum menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem (situshijau. com, 2010).
            Pro dan kontra terhadap dampak negatif  tanaman transgenik sampai saat ini masih diperdebatkan. Ketakutan terhadap produk transgenik menurut beberapa pakar dan literatur yaitu akan munculnya dampak negatif pada perubahan ekosistem. 
            Program transgenik pada tanaman kehutanan khususnya di Perum Perhutani tidak dilakukan program transgenik.

IV.   Kesimpulan
1.      Program pemuliaan pohon jati yang dilakukan di Perum Perhutani yaitu pemuliaan konvensional yang berdasarkan pada seleksi dan penyerbukan (breeding). Produk JPP yang dihasilkan Perum Perhutani berupa benih dan stek JPP.
2.      GMO merupakan perbanyakan tanaman melalui transgenik/penyisipan gen.
3.      JPP hasil pemuliaan pohon tidak melalui dengan GMO, tetapi murni pemuliaan konvensional.

 Bahan Bacaan
Anonim, 1983, Action Program Pemuliaan Pohon Perum Perhutani. Jakarta.
Cordes, 1881. Hutan Jati di Jawa. Terjemahan Kerjasama Perum Perhutani dengan HPK Cabang Malang.
Hardjodarsono, 1984. Jati. Cetakan ke 4. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
Heyne, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan, Dephut. Jakarta.
Kaosa-ard, 1986. Teak (Tectona grandis L.f.), Natural Distribution and Related Factor. Silvicultura 30: 173-178.
Kaosa-ard, 2000. Gains from Provenance Selection. Proceedings Site, Tecnology and Productivity of teak plantations. Bangkok.
Lawrence, O.H.M. 1958. Taxonomy of Vascular Plant. The Macmillan Company. New York.
Poerwokoesoemo, R.S., 1956. Jati (Tectona grandis) Jawa. Bogor
Sarjono, 1984. Pemuliaan Jati Thailand. Perhutani. Jakarta.
Sastrosumarto, S dan Suhendi, 1985. Tinjauan Mengenai Program Pemuliaan Jati (Tectona grandis L.f.) Di Indonesia. PPPH Bogor.
Situshijau. Com.2010. Makluk apa GMO itu?.
Soeseno, E.B. Hardiyanto, M. Na’iem, W.W. Winarni, Suginingsih, 1993. Strategi Pemuliaan Pohon beberapa Species di Perum Perhutani. Tim Konsultan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan UGM.
Suparno, 1995. Studi Awal Variasi Genetik Sumber Benih Jati (Tectona grandis L. f.) dari Wilayah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Randublatung. Skripsi Fakultas Kehutanan UGM. Tidak dipublikasikan.
Sutrisno, 1998. Evaluasi Awal Uji Keturunan 90 Famili Jati (Tectona grandis L. f.) Di Perum Perhutani KPH Cepu. Tesis S-2 Pascasarjana UGM. Tidak dipublikasikan.
Wikipedia, 2010. GMO.
Wibowo, Aris, 2002. Optimalisasi Kebun Pangkas Jati. Laporan Akhir Penelitian Kebun Pangkas Pusbang SDH Cepu.
Widiarto, Bambang, 2000. Evaluasi Awal Uji Keturunan Half-Sib Tectona grandis L. f. Sampai Umur 1 Tahun Di BKPH Dander Dan BKPH Temayang, KPH Bojonegoro, Jawa Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan UGM. Tidak dipublikasikan.
Wirjodarmodjo, H dan P.M. Subroto, 1983. Teak Improvement by Perum Perhutani. Duta Rimba 83-64/IX :3-13. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar