Oleh : Aris Wibwo
I.
Pendahuluan
Pemuliaan pohon merupakan penerapan
ilmu genetik dalam suatu sistem biologi yang hasilnya baru dalam praktek
kehutanan/tindakan silvikultur untuk meningkatkan nilai hutan yang lebih
tinggi. Harapan yang akan didapatkan para pemulia tanaman untuk dapat selalu
menghasilkan varietas tanaman baru
yang bermanfaat bernilai ekonomi tinggi dsb.
Penerapan ilmu genetika pada pemuliaan konvensional yaitu pekerjaan
mendapatkan individu baru melalui breeding
atau perkawinan antar individu yang diinginkan. Individu-individu unggul ini
merupakan hasil pemuliaan tanaman secara konvensional. Artinya, sifat-sifat
unggul ditemukan dengan cara persilangan sampai beberapa generasi tanaman.
Sementara itu, tegakan suatu tanaman
merupakan kumpulan pohon-pohon yang mempunyai variasi pertumbuhan berbeda-beda,
sehingga mempunyai karakter berbeda-beda pula. Untuk mendapatkan karakter
sesuai yang dinginkan perlu dilakukan seleksi, kemudian diuji kestabilan
karakter tersebut. Menurut Na’iem (2001), keragaman genetik menempati posisi
kunci dalam program pemuliaan, karena optimalisai atau maksimalisai perolehan
genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai manakala ada cukup peluang
untuk melakukan seleksi gen untuk sifat/karakter yang diinginkan.
Mengingat
pentingnya pemuliaan jati maka Perum Perhutani pada tahun 1981 mulai menerapkan
program yang disebut Action Program Pemuliaan Pohon Jati (Anonim, 1981). Dasar
pemuliaan jati di Perum Perhutani adalah pemuliaan konvensional dengan
melakukan seleksi pohon dan breeding .
II.
Program Pemuliaan Jati Perum Perhutani
Program pemuliaan pohon hutan di Indonesia pertama
kali dibuat tahun 1930 dan jenis yang pertama kali ditangani adalah jati (Wind,
1930; Thorenaar, 1930; Gresser 1930 dalam Sastrosumarto dan Hendi Suhendi,
1985). Melihat pentingnya pemuliaan pohon dalam rangka memperbaiki generasi
tanaman dan menentukan keberhasilan pembangunan hutan, maka Perum Perhutani
kemudian menyusun program pemuliaan pohon. Baru pada tahun 1981 Perum Perhutani
menyusun program pemuliaan pohon jati. Program Pemuliaan pohon jati di
Perhutani tahun 1981 dengan adanya usaha-usaha untuk menetapkan daerah
penghasil benih, mencari pohon plus dan membangun bank klon serta kebun benih
klonal (Wirjodarmodjo dan Subroto, 1983). Adapun metode pemuliaan yang ditempuh
oleh Perum Perhutani selanjutnya adalah penunjukkan Areal Produksi Benih (APB),
pemilihan pohon plus, uji provenans, uji keturunan, uji klon, pembangunan kebun
benih klon, kebun benih semai dan bank klon.
1. Areal Produksi Benih (APB)
Dalam rangka memenuhi benih berkualitas sebelum
program pemuliaan menghasilkan benih unggul, Perum Perhutani melakukan
penunjukan sumber benih yaitu APB. Di dalam Action Program Pemuliaan Jati Perum
Perhutani tahun 1983, di tunjuk 8 KPH, yaitu 5 KPH di Unit I Jawa Tengah, dan 3
KPH di Unit II Jawa Timur sebagai APB.
APB adalah kumpulan tegakan pada hutan tanaman/alam
yang dipelihara, dijarangi pohon-pohon yang tidak diinginkan, dan diberi jalur
isolasi. APB ini merupakan sumber biji bersifat sementara, yang hanya
diperlukan sebelum kebun benih klon dan kebun benih semai dapat mencukupi biji
yang diperlukan. Sampai tahun 1996 jumlah APB jati di wilayah Perhutani
mencapai luas 4.360 ha.
2. Seleksi Pohon
Plus
Seleksi pohon plus adalah pemilihan
pohon sesuai karakter yang ingginkan pada hutan tanaman atau hutan alam untuk
tujuan pemuliaan lebih lanjut.
Pemilihan pohon plus jati dilaksanakan
dengan sistem “North Carolina State
University” yaitu calon pohon plus di nilai (scoring) terhadap lima (5) pohon pembanding terbaik sekitarnya,
dengan syarat umur pohon plus tidak boleh lebih tua (3 tahun) dari umur
rata-rata pohon pembanding (Anonim, 1983).
Penyeleksian pohon plus yang dimulai
dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2000 hanya diperoleh pohon plus jati asal
Jawa 242 pohon dari luas hutan jati
Jawa dengan luas sekitar 1 juta ha. Pada tahun 1998-2000 untuk memperluas
genetik dasar (base genetik)
dilakukan seleksi pohon jati dari luar Jawa (Kendari, Buton, Kangean, Sulawesi
Selatan, Bawean, Pulau Sepanjang, Flores, Niki-Niki dan Antambua) diperoleh
sebanyak 313 pohon plus (Fahutan
UGM, 1999;2000).
3. Kebun Benih
Klonal (KBK)
Kebun benih klonal adalah kumpulan tanaman dari
hasil vegetatif pohon-pohon yang terseleksi (pohon plus) dengan penempatan
penanamannya dengan design tertentu sehingga tidak akan terjadi penyerbukan
sendiri (serumah) antar satu klon yang sama.
Benih KBK yang dihasilkan merupakan hasil
penyerbukan bebas (breeding) antar
tegakan yang ada di KBK, sehingga benih yang dihasilkan tidak ada sentuhan
penyisipan genetik (transgenetik).
Pembangunan KBK jati tahun 1983,semula dibangun di 2
lokasi yaitu di KPH Cepu dan KPH Padangan, kemudian diperluas ke KPH
Randublatung. Luas KBK jati di 3 lokasi ± 1300 ha,
terdiri 480,7 ha KBK Cepu, 640 Ha KBK Padangan dan 174,4 Ha KBK Randublatung.
KBK dibangun dengan menanam secara acak sistematik, materi berasal dari bud
grafting pohon plus jati dengan jarak tanam 10 x 10 m.
4. Bank Klon
Bank klon berfungsi untuk menyimpan sifat-sifat genetis pohon plus, satu
pohon plus dibuat sedikitnya 10 bud grafting dengan jarak tanam 6 x 6 m. Sampai
tahun 2000 ini telah dibangun bank klon
seluas 71.7 ha.
5. Uji Keturunan
Pembangunan uji keturunan dimulai tahun 1987
dilakukan di Kendal, Cepu dan Saradan dengan menggunakan benih dari 108 pohon
plus. Pada tahun 1988 Fakultas Kehutanan UGM bekerjasama dengan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah membangun kombinasi uji provenan
dengan uji keturunan half-sib di
Jember dan Wanagama I, yang benihnya diambil dari 24 provenans dan dari 189
famili.
Tahun 1997 Perum Perhutani bekerjasama dengan
Fakultas Kehutanan UGM membangun uji keturunan jati di Pasar Sore dan Sekaran
KPH Cepu, benih diambil dari 90 pohon plus (Sutrisno, 1998). Pembangunan uji
keturunan ini dilanjutkan tahun 1998 dan 1999 di 4 KPH yaitu
KPH Cepu, KPH Bojonegoro, KPH Ngawi di Walikukun serta KPH Ciamis
(Widiarto, 2000). Pada tahun 2000, 2001 masih dilakukan uji keturunan half sib sampai seluruh pohon plus
teruji.
Uji keturunan full sib dilakukan tahun 2002, benih
yang digunakan berasal dari hasil penyerbukan terkendali di 3 KBK. Lokasi uji keturunan full sib di KPH Bojonegoro, KPH Ngawi, KPH Kendal, KPH
Madiun, KPH Ciamis masing-masing seluas 3 ha.
Setelah uji keturunan half-sib dan ful-sib
dilakukan penjarangan seleksi maka
akan dikonversi menjadi kebun benih. Tegakan–tegakan pada kebun benih tersebut
akan melakukan penyerbukan bebas (breeding)
sehingga akan diperoleh benih. Benih-benih tersebut kemudian akan digunakan
dalam reboisasi tanaman di Perhutani. Benih
hasil dari kebun benih hasil konversi uji keturunan merupakan murni hasil
pemuliaan konvensional tanpa sentuhan penyisipan genetik (transgenik) dalam
laboratorium.
6. Kebun Pangkas
dan Uji Klon
Pembangunan kebun pangkas dilakukan tahun 1997, 1998
dan 1999 Perum Perhutani bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM. Kebun
pangkas diperuntukan untuk menyiapkan bahan stek untuk uji klon. Kebun pangkas
berasal dari bud grafting dari pohon plus dari Jawa dan Luar Jawa. Pada tahun 2002 telah dibangun kebun pangkas
terseleksi hasil dari seleksi uji klon berjumlah 12 klon terbaik (Wibowo,
2002).
Pembangunan uji klon telah dilakukan pada tahun 1999
dan 2000 yang merupakan kerjasama Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan
UGM, dibangun di 4 (empat) lokasi yaitu KPH Cepu, KPH Bojonegoro, KPH Ngawi dan
KPH Ciamis. Materi bibit diambil hasil uji kemampuan perakaran stek pucuk jati
dari kebun pangkas.
Perbanyakan JPP yang dilakukan juga dengan metoda
konvensional dengan pembiakan generatif (biji) dan perbanyakan vegetatif
(stek pucuk, grafthing dan kulturjaringan).
III. Pengertian GMO (Genetically Modified Organism)
GMO
adalah perolehan/perbanyakan individu baru yang melalui penyisipan gen
(transgenik). Gen yang disispkan dapat berasal dari gen asing atau gen dalam
species tersebut (Wipedia GMO).
Program
transgenik banyak dilakukan pada bidang pertanian seperti kapas unggul, kedelai
unggul dari Amerika Serikat. Dari hasil transgenik tanaman pertanian tersebut,
dilaporkan belum menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem (situshijau. com,
2010).
Pro dan
kontra terhadap dampak negatif tanaman
transgenik sampai saat ini masih diperdebatkan. Ketakutan terhadap produk
transgenik menurut beberapa pakar dan literatur yaitu akan munculnya dampak
negatif pada perubahan ekosistem.
Program
transgenik pada tanaman kehutanan khususnya di Perum Perhutani tidak dilakukan
program transgenik.
IV. Kesimpulan
1.
Program pemuliaan
pohon jati yang dilakukan di Perum Perhutani yaitu pemuliaan konvensional yang berdasarkan
pada seleksi dan penyerbukan (breeding). Produk JPP yang
dihasilkan Perum Perhutani berupa benih dan stek JPP.
2.
GMO merupakan
perbanyakan tanaman melalui transgenik/penyisipan gen.
3.
JPP hasil
pemuliaan pohon tidak melalui dengan GMO, tetapi murni pemuliaan konvensional.
Bahan Bacaan
Anonim, 1983, Action
Program Pemuliaan Pohon Perum Perhutani. Jakarta.
Cordes, 1881. Hutan
Jati di Jawa. Terjemahan Kerjasama Perum Perhutani dengan HPK Cabang
Malang.
Hardjodarsono, 1984. Jati.
Cetakan ke 4. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
Heyne, 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia II. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan, Dephut. Jakarta.
Kaosa-ard, 1986. Teak
(Tectona grandis L.f.), Natural Distribution and Related Factor. Silvicultura
30: 173-178.
Kaosa-ard, 2000. Gains
from Provenance Selection. Proceedings Site, Tecnology and Productivity of
teak plantations. Bangkok.
Lawrence, O.H.M. 1958. Taxonomy of Vascular Plant. The Macmillan Company. New York.
Poerwokoesoemo, R.S., 1956. Jati (Tectona grandis) Jawa. Bogor
Sarjono, 1984. Pemuliaan
Jati Thailand. Perhutani. Jakarta.
Sastrosumarto, S dan Suhendi, 1985. Tinjauan Mengenai Program Pemuliaan Jati (Tectona grandis L.f.) Di Indonesia. PPPH Bogor.
Situshijau. Com.2010. Makluk apa GMO itu?.
Soeseno, E.B. Hardiyanto, M. Na’iem, W.W. Winarni,
Suginingsih, 1993. Strategi Pemuliaan
Pohon beberapa Species di Perum Perhutani. Tim Konsultan Pemuliaan Pohon
Fakultas Kehutanan UGM.
Suparno, 1995. Studi
Awal Variasi Genetik Sumber Benih Jati (Tectona
grandis L. f.) dari Wilayah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH
Randublatung. Skripsi Fakultas Kehutanan UGM. Tidak dipublikasikan.
Sutrisno, 1998. Evaluasi
Awal Uji Keturunan 90 Famili Jati (Tectona
grandis L. f.) Di Perum Perhutani KPH Cepu. Tesis S-2 Pascasarjana UGM.
Tidak dipublikasikan.
Wikipedia, 2010. GMO.
Wibowo, Aris, 2002. Optimalisasi
Kebun Pangkas Jati. Laporan Akhir Penelitian Kebun Pangkas Pusbang SDH
Cepu.
Widiarto, Bambang, 2000. Evaluasi Awal Uji Keturunan Half-Sib Tectona grandis L. f. Sampai Umur
1 Tahun Di BKPH Dander Dan BKPH Temayang, KPH Bojonegoro, Jawa Timur.
Skripsi Fakultas Kehutanan UGM. Tidak dipublikasikan.
Wirjodarmodjo, H dan P.M. Subroto, 1983. Teak Improvement by Perum Perhutani.
Duta Rimba 83-64/IX :3-13. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar